Cegah Konflik, Menag Yaqut Ajak Ahli Agama Rekontekstualisasi Hukum Agama dan Fikih

- Rabu, 3 Mei 2023 | 22:44 WIB
Menag Yaqut Cholil Qoumas saat membuka Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Sport Center UIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa 2 Mei 2023). (ayosolo.id/dok. Kemenag RI)
Menag Yaqut Cholil Qoumas saat membuka Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Sport Center UIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa 2 Mei 2023). (ayosolo.id/dok. Kemenag RI)

SURABAYA,AYOPONTIANAK.COM-- Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan pentingnya rekonteksualisasi hukum agama, termasuk fikih untuk menghindari terjadinya konflik

"Rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih, mutlak dilakukan sebagai salah satu untuk mencegah konflik," ujarnya saat pembukaan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Sport Center UIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa 2 Mei 2023.

Apalagi konflik yang mengatasnamakan agama di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia masih terjadi hingga hari ini. Padahal itu bisa dicegah jika masyarakat memiliki pandangan keagamaan yang inklusif. Dimana untuk mewujudkan hal itu diperlukan rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih.

"Setiap ahli agama semestinya kembali mendalami ajarannya masing-masing dan jika menemukan unsur-unsur yang dapat membahayakan koeksistensi (hidup berdampingan) dan perdamaian di tengah masyarakat harus berani mempertimbangkan tafsir yang baru yang memungkinkan kita semua hidup berdampingan secara damai," tegas Menag Yaqut 

Menurut Menag, ajaran agama bisa menjadi solusi atau jalan keluar dari kekacauan yang saat ini terjadi di dunia. Mulai dari perang, resesi global, kelangkaan energi dan pangan, serta pertentangan antaragama dan keyakinan di berbagai negara.

"Sebagai manusia yang dianugerahi akal, kata Menag, seseorang tidak boleh hanya diam tapi harus memilih di bagian mana bisa berkontribusi untuk peradaban. Mari kita kembali melihat agama sebagai sumber ajaran mulia yang memerintahkan kita untuk mengembangkan kebajikan (akhlaqul karimah) dan untuk menjadi berkah bagi semua ciptaan, atau Rahmatan Li al-'Alamin," ujarnya.

Karena itu, dalam AICIS ke-22 ini ia berharap akan membuahkan hasil yang bisa membantu dunia keluar dari kekacauan yang saat ini terjadi. Apalagi dalam kegiatan ini juga akan membahas Fikih hubungan muslim dengan non muslim. 

"Saya berharap diskusi dalam forum AICIS ini dilakukan secara serius, utamanya Fikih terkait hubungan antara muslim dan non muslim. Fikih tentang status kafir dan non kafir. Sambil terus menggali dan memecah kebekuan Fikih vis a vis realitas sosial untuk dibahas pada forum-forum selanjutnya," sambung Menag.

Gus Men, panggilan akrab Menag, menilai tema ini sangat penting dan menarik. Sebab, relevan dengan apa yang sedang dihadapi saat ini. Sebab topik yang dibahas dalam AICIS relevan dan kontekstual dengan kebutuhan. Dikatakannya, dalam agama, ada hal yang bersifat tetap (the unchangeable/ats-tsaabit) dan ada yang berubah (the changeable/al-mutahawwil).

Soal akidah, hukum dan tata cara salat, puasa ramadan, zakat dan haji bersifat tetap. Tetapi soal harta yang wajib dizakati, atau mahram dalam haji, mungkin saja berubah. Ini menunjukkan bahwa fikih sebagai produk ijtihad ulama, bersifat dinamis, tidak statis. Sehingga fikih mampu menjawab persoalan-persoalan baru yang muncul.

"Tantangannya adalah soal keberanian untuk membongkarnya. Beranikah para kiai pesantren dan dunia kampus mengubah pandangannya bahwa fikih bukanlah teks suci dan sakral, sebagaimana Al-Qur’an dan hadist. Lebih-lebih, kebanyakan fikih lahir pada masa abad pertengahan, belum tentu relevan dalam konteks sekarang," tandas Menag.

Untuk itu, forum AICIS, yang mengundang para intelektual dari berbagai belahan dunia ini diharapkan menjadi media yang tepat untuk mendiskusikan sekaligus mencari solusi atas berbagai persoalan dunia saat ini.

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Ali Ramdhani mengatakan, AICIS 2023 mengangkat tema "Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace". Dia mendorong forum AICIS memberikan rekomendasi nyata dan empirik terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat demi terwujudnya perdamaian yang berkelanjutan.

Forum AICIS ke-22 ini menampilkan 180 paper pilihan yang terbagi menjadi 48 kelas paralel. Selain diikuti para ahli fikih dari kalangan pesantren, forum ini juga menghadirkan cendekiawan muslim internasional.

Halaman:

Editor: Wijayanti Putrisejati

Tags

Artikel Terkait

Terkini

BRI Melangkah Kokoh: Permodalan dan ROE yang Unggul

Selasa, 19 September 2023 | 21:12 WIB

UMKM Kripik 'So Kressh' Sukses Berkat Dukungan BRI

Minggu, 17 September 2023 | 18:57 WIB

Pameran Kriyanusa 2023, BRI Dorong UMKM Kriya Naik Kelas

Kamis, 14 September 2023 | 13:33 WIB
X